Jakarta, Markaberita.id
Indonesian Coruption Wacth berharap pemerintah dan panitia seleksi (Pansel) tidak memilih Calon Pimpinan (Capim) dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewa KPK) periode 2024-2029 dari unsur perwakilan institusi penegak hukum.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana khawatir, jika hal itu terjadi maka rawan untuk dicampuri konflik kepentingan, pimpinan KPK harus bersifat independen agar dapat memutus perkara korupsi secara obyektif.
Menurut dia, para pendaftar dari institusi penegak hukum tidak boleh hanya harus mundur dari jabatannya, tetapi harus mundur dari institusi tersebut.
Tidak butuh ada perwakilan aparat penegak hukum di struktural Komisioner ataupun Dewas KPK. Karena secara faktual peraturan perundang-undangan tidak melarang hal itu. Akan tetapi harus dipertimbangkan lebih jauh. Misalnya soal konteks indikasi konflik kepentingan, ini juga menjadi hal yang amat krusial. Kenapa? karena orang yang menjadi pimpinan KPK itu harus benar-benar independen,” ujar Kurnia dalam diskusi bertajuk ‘Kupas Tuntas Seleksi Capim dan Dewas KPK’ yang berlangsung secara daring, Senin (15/7/2024).
Kurnia mendorong Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk mengungkapkan ke publik terkait siapa saja yang diizinkan atau dikirimkan untuk mengikuti seleksi Capim dan Dewas KPK.
ICW juga mendesak Pansel KPK untuk melihat dan mempertimbangkan rekam jejak para calon baik di bidang hukum, maupun secara etik.
Adapun, proses seleksi calon pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah berjalan beberapa hari lalu, dan ditutup pada Senin 15 Juli 2024 malam.
Sebanyak 300 orang mendaftar untuk mengikuti proses seleksi calon pimpinan (capim) dan calon anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Data itu berdasarkan pendaftaran yang diterima Pansel KPK hingga Minggu (14/7/2024) sore.
Hal tersebut dikonfirmasi Anggota Pansel KPK Ivan Yustiavandana. Ivan menjelaskan 300 orang yang mendaftar terdiri dari 170 orang mendaftar sebagai capim KPK. Serta, 130 orang mendaftar sebagai calon anggota Dewas KPK. (Red)