Hari ini, Rabu, 4 September 2024 di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, program Sustainable Living Village (SLV) atau Desa Hidup Berkelanjutan secara resmi diluncurkan.
4
September 2024, Kutai Timur, Indonesia – Program
Sustainable Living Village (SLV) atau Desa Hidup Berkelanjutan secara
resmi diluncurkan hari ini di Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang menandai tonggak
penting dalam upaya kolaborasi antara Apical, pengolah minyak nabati terkemuka
dan eksportir minyak sawit terbesar di Indonesia; Earthworm Foundation, sebuah
organisasi nirlaba yang berorientasi pada dampak; dan Pemerintah Kabupaten
Kutai Timur. Kemitraan ini bertujuan untuk mendorong perubahan lingkungan dan
sosial yang positif di wilayah Kutai Timur.
Program SLV adalah inisiatif inklusif pemangku kepentingan yang dirancang untuk mendorong penghidupan berkelanjutan melalui kolaborasi dengan mitra, masyarakat, dan penduduk desa. Fokus dari program ini adalah untuk menciptakan dampak lingkungan yang positif, menjembatani kesenjangan pengetahuan, dan mengurangi kesenjangan melalui empat inisiatif utama: meningkatkan penghidupan, melindungi hutan, transformasi rantai pasokan, dan mendorong kolaborasi antar pemangku kepentingan.
Apical
berkomitmen untuk memanfaatkan keahliannya dan memperkuat kolaborasi dengan
Earthworm Foundation dan pemangku kepentingan lainnya melalui inisiatif lima
tahun ini. Program ini akan dilaksanakan di tiga desa di Kutai Timur; Tepian
Indah, Tepian Langsat, dan Tepian Makmur – rumah bagi lebih dari 16.200
masyarakat desa. Wilayah ini, yang terkenal dengan kekayaan keanekaragaman
hayati dan sejarah penting dalam produksi minyak sawit, sangat bergantung pada
budidaya kelapa sawit untuk kesejahteraan sosio-ekonominya.
Program SLV bertujuan untuk membekali
petani dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk praktik
pertanian berkelanjutan, mengembangkan mata pencaharian alternatif yang
berkelanjutan melalui budidaya kakao, dan melindungi lanskap alam dengan
menumbuhkan komitmen pemangku kepentingan untuk konservasi dan restorasi
kawasan hutan yang ditetapkan.
Komponen utama dari program ini adalah
pemberdayaan petani dalam mengadopsi Praktik Pertanian yang Baik dan Praktik
Manajemen Terbaik untuk budidaya kelapa sawit berkelanjutan. Hal ini akan
mendukung petani dalam memperoleh Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), yang
penting untuk kepatuhan hukum, mengamankan pendanaan pemerintah dan mencapai
sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) dan Roundtable on
Sustainable Palm Oil (RSPO). Secara khusus, petani diharapkan dapat meningkatkan
teknik pertanian mereka dengan beralih ke pupuk alternatif berbasis non-kimia.
Selain
itu, program SLV akan membuat demplot pertanian kakao untuk membantu
mendiversifikasi sumber pendapatan petani. Kakao, yang merupakan komoditas
prioritas di Kutai Timur, terkenal dengan kualitasnya yang tinggi. Selain
memberikan pelatihan praktik pertanian terbaik untuk pertanian kakao, program
SLV juga akan mendukung akses pasar bagi para petani.
“Kami sangat senang dapat memulai
perjalanan ini bersama mitra kami untuk membawa perubahan transformatif dan
berkelanjutan bagi masyarakat Kutai Timur,” kata Agus Wiastono, CSR Manager
Apical. “Dengan membekali petani lokal dengan keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk mendapatkan STDB, kami juga memberikan pengetahuan mengenai praktik
pertanian berkelanjutan yang akan memberikan manfaat bagi lingkungan dan
kesejahteraan ekonomi masyarakat tersebut. Selama lima tahun ke depan, tujuan
kami adalah untuk melatih 500 petani, menyediakan peralatan dan dukungan yang
mereka perlukan untuk berkembang secara berkelanjutan dan sadar akan lingkungan.
Kami percaya bahwa inisiatif ini tidak hanya akan memperkuat perekonomian lokal
tetapi juga menanamkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat desa.”
Dean Affandi, Ketua Program Lapangan Earthworm
Foundation di Indonesia, menekankan komitmen organisasi dalam menjaga
alam dan mendukung masyarakat melalui praktik rantai pasokan yang
berkelanjutan. “Kolaborasi kami dengan Apical dalam program SLV merupakan
langkah penting dalam meningkatkan kerja kami dengan pemerintah dan masyarakat
lokal di Kabupaten Kutai Timur,” kata Affandi. Dengan dukungan Apical,
Earthworm Foundation akan mendorong perencanaan penggunaan lahan partisipatif
(PLUP), sebuah proses kolaboratif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan
untuk membuat rencana penggunaan lahan yang adil secara sosial, layak secara
ekonomi, dan berkelanjutan secara lingkungan. Proses ini akan membuka jalan
bagi inisiatif lanjutan yang bertujuan untuk melindungi 10.000 hektar lahan dan
menanam 90.000 pohon untuk konservasi dan restorasi hutan, sekaligus memberikan
manfaat yang signifikan bagi petani lokal pada akhir program SLV.
Dalam sambutannya pada acara peluncuran
tersebut, Kepala Bidang Perekonomian dan SDA, Ripto
Widargo S.TP., MT,
mewakili Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bapedda) menyatakan
keberpihakan pemerintah terhadap program SLV. “Program SLV oleh Apical and
Earthworm Foundation ini sejalan dengan visi misi Kutai Timur untuk mewujudkan
daya saing ekonomi berbasis sektor pertanian dan mewujudkan sinergitas
perencanaan dan program yang berwawasan lingkungan. Kami perlu menyiapkan diversifikasi
ekonomi, dan dengan program SLV ini menjadi salah satu upaya untuk mendorong
ekonomi masyarakat. Harapannya dari program ini dapat dihasillkan sebuah model
atau pedoman yang dapat digunakan oleh daerah lain.”
Pertama kali diluncurkan pada bulan
Februari 2023 di Kabupaten Aceh Singkil, Sumatera, Indonesia, program SLV
adalah inisiatif utama dari agenda keberlanjutan Apical tahun 2030, yang
sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (UN SDGs). Apical
berkomitmen untuk mendukung 30 desa melalui program SLV pada tahun 2030.
Bersama dengan para pemangku kepentingan,
Apical, Earthworm, dan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur bertekad untuk
mendorong perubahan positif yang signifikan di wilayah Kutai Timur dan
mendorong masa depan yang berkelanjutan dan berkembang bagi komunitas petani.