Markaberita.id | Jakarta, 15 Desember 2024 — Sebuah surat terbuka yang menyuarakan aspirasi ratusan guru sertifikasi swasta lulusan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) telah dikirimkan kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Surat ini ditulis oleh Sihabudin, seorang guru senior dari Kabupaten Pandeglang, Banten, yang telah berdedikasi selama 30 tahun lebih, mewakili Ikatan Guru Sertifikasi SMA Swasta (IGS3) PLPG 2008-2013. Dalam surat tersebut, mereka mengungkapkan kegelisahan dan harapan terkait masa depan status guru sertifikasi SMA swasta.
Surat tersebut dimulai dengan harapan dan doa bagi kesehatan serta perlindungan bagi Presiden dalam menjalankan tugas kenegaraan.
Adapun yang menjadi inti dari surat ini adalah kritik konstruktif terhadap kebijakan pemerintah mengenai status kepegawaian dan kesejahteraan guru sertifikasi swasta, khususnya mereka yang telah lama mengabdi selama 20 tahun lebih.
Dalam suratnya, Sihabudin mengungkapkan bahwa guru sertifikasi swasta lulusan PLPG 2008–2013 telah menjalani berbagai tahapan selektif untuk mendapatkan sertifikat pendidik (serdik) guru profesional. Namun, banyak dari mereka merasa terpinggirkan akibat regulasi yang dianggap tidak adil, terutama dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) maupun pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Bagaimana mungkin guru bersertifikat pendidik yang sudah mengabdi selama 20 tahun lebih tidak bisa menjadi P3K/PNS, hanya karena faktor usia dan kendala administratif, sementara mereka yang masih minim pengalaman justru mendapat prioritas meski belum bersertifikasi, hanya karena mengabdi di sekolah negeri?” tanya Sihabudin dalam suratnya.
Bukankah, salah satu syarat dalam jenjang karir selalu mempertimbangkan lama masa kerja sebagai bukti dedikasinya? Bukankah semakin lama masa kerja maka kemampuannya akan semakin baik? Bukankah dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa guru mempunyai hak untuk memperoleh promosi dan penghargaan berdasarkan pengalamannya?
Ia juga mempertanyakan urgensi tes CPNS/P3K yang dinilai menghamburkan anggaran negara, sementara guru-guru PLPG telah mempraktekkan apa yang selama ini diujikan dalam tes-tes tersebut. “Bukankah sertifikat pendidik sudah menjadi bukti kelayakan profesionalisme kami?” lanjutnya.
Dalam surat tersebut, IGS3 PLPG menyampaikan delapan tuntutan utama, antara lain:
Prioritas Pengangkatan P1 menjadi P3K: Guru sertifikasi swasta kategori P1 dengan masa kerja 20 tahun lebih harus diutamakan daripada guru-guru masih minim pengalaman.
Pengangkatan Otomatis Guru Sertifikasi Senior: Guru-guru Sertifikasi Swasta PLPG (dengan kriteria tertentu) berusia 42 tahun ke atas, diangkat menjadi PNS secara otomatis tanpa P3K, di tahun 2025-2026, dengan tetap mengabdi di sekolah asal atau sekolah induknya masing-masing.
Perbaikan Sistem Rekrutmen Guru PNS/P3K tahun 2027: Mengedepankan profesionalisme dan masa kerja/pengalaman, agar menghasilkan peserta didik yang berkualitas sesuai tuntutan jaman. Selain itu, meski telah lulus PPG/P3K, guru calon PNS harus memiliki kompetensi kepribadian agar menjadi contoh yang layak bagi peserta didiknya.
Peningkatan Kesejahteraan Guru Sertifikasi Swasta: Terbitkan kembali SK Inpassing Guru Swasta dan Perbaharui SK Inpassing Guru Swasta secara otomatis melalui info GTK agar sesuai dengan masa kerja sebenarnya.
Pemerataan Hak Guru: Menghapuskan diskriminasi antara guru negeri dan swasta, karena keduanya memiliki peran yang sama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sihabudin dan rekan-rekannya berharap agar surat ini menjadi perhatian serius dari pemerintah. Mereka menginginkan kebijakan yang tidak hanya bersifat inklusif tetapi juga memberikan penghargaan atas dedikasi dan pengalaman para guru sertifikasi.
“Semoga Bapak Presiden dapat membuka mata, hati, dan pikirannya untuk menanggapi aspirasi kami. Kami ingin berkontribusi lebih besar untuk kemajuan pendidikan negeri ini meski mengabdi di swasta,” pungkas Sihabudin.
Surat ini mencerminkan mimpi besar para guru sertifikasi swasta PLPG untuk mendapatkan perlakuan adil dalam sistem pendidikan nasional. Akankah pemerintah mendengar dan menindaklanjuti suara mereka? Waktu yang akan menjawab. (Red)