Pemerintah: Putusan Penghapusan Presiden Treshold Oleh Mahkamah Konstitusi Final dan Mengikat

Markaberita.id | Jakarta – Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengklaim pemerintah menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.

Menurut dia, pemerintah secara internal akan membahas implikasi putusan MK tersebut terhadap pengaturan pelaksanaan pemilihan presiden atau Pilpres 2029. Rencananya, bersama dengan DPR, pemerintah akan mulai menyiapkan draf revisi UU Pemilu dengan mengadaptasi putusan MK tersebut.

“Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan Presidential Threshold, maka Pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR,” ujar Yusril melalui keterangan tertulisnya, Jumat (3/1/2025).

“Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat Pemilu dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya.”

Baca Juga  Peringatan Harlah Ke-22 MI Al-Khoeriyah Dihadiri Ratusan Alumni

MK menghapus ambang batas pencalonan Pemilu saat mengabulkan gugatan uji materi Pasal 222 UU Pemilu pada Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024. Para hakim konstitusi menggugurkan pasal yang sebelumnya mengatur batas pencalonan presiden dan wakil presiden adalah diusung partai politik atau koalisi yang memiliki minimal 20% kursi di DPR atau mengantongi 25% suara nasional pada pemilu sebelumnya.

“Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat atau final and binding,” kata Yusril.

Dia menillai, tak ada pihak yang bisa melakukan perlawanan terhadap putusan MK tersebut. Putusan tersebut juga sudah melalui lebih dari 30 kali uji materi hingga berujung pada penghapusan presidential threshold.

Baca Juga  Terkait Dugaan Tindak Pidana Gratifikasi:AOB Resmi Laporkan PJ Bupati Bekasi Ke KPK RI

“Namun apapun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis. MK berwenang menguji norma undang-undang dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Yusril. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *