Kabupaten Bekasi ll Markaberita.id.– Polemik di UPTD Balai Benih Pebayuran, Kabupaten Bekasi terus berkembang, setelah munculnya keluhan dari penggarap yang mengungkapkan adanya rencana retribusi sebesar Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram gabah dari hasil panen mereka. Penggarap menganggap kebijakan ini sangat memberatkan, mengingat mereka sudah terbebani dengan harga pupuk yang mahal.Jumat (3/1/2024).
Seorang penggarap yang enggan disebutkan namanya menyampaikan, Kami mendengar bahwa Balai Benih akan memotong hasil panen kami sebesar Rp 2.000-3.000 per kilogram. Ini sangat memberatkan, terutama setelah kami dipaksa membeli pupuk dengan harga tinggi. Seolah-olah kami sedang diperas.
Keluhan tersebut tidak hanya mengenai retribusi yang direncanakan, tetapi juga tentang harga pupuk non-subsidi yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga pupuk bersubsidi. Pupuk Urea Petro N 46% dijual dengan harga Rp 8.500 per kilogram, sedangkan Pupuk PHONSKAH dijual seharga Rp 7.000 per kilogram. Harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga pupuk bersubsidi yang umumnya dijual dengan harga antara Rp 2.250 hingga Rp 2.500 per kilogram di kios resmi.
“Kenapa pupuk bersubsidi tidak disediakan di Balai Benih? Pupuk non-subsidi sangat mahal dan ini semakin menambah beban kami. Kami ingin tahu alasan kenapa pupuk bersubsidi tidak tersedia,” ujar penggarap lainnya dengan nada kesal.
Ketika awak media, mencoba menghubungi Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi melalui pesan WhatsApp untuk mendapatkan klarifikasi terkait masalah ini, pesan tersebut hanya dibaca tanpa ada balasan. Sikap bungkam ini menambah kecurigaan bahwa ada ketidaktransparanan dalam pengelolaan Balai Benih.
Sementara itu, rencana retribusi yang akan dikenakan pada hasil panen penggarap semakin memicu kemarahan warga. Masyarakat menilai bahwa kebijakan tersebut merupakan bentuk ketidakadilan yang hanya akan menguntungkan pihak tertentu dan membebani petani kecil. Para petani meminta pemerintah segera turun tangan untuk membatalkan rencana retribusi dan menyelesaikan masalah harga pupuk yang tidak wajar ini.
“Kami sudah cukup kesulitan dengan biaya produksi yang tinggi. Kalau hasil panen kami juga dipotong, bagaimana kami bisa bertahan? Pemerintah harus segera mengambil tindakan,” ujar seorang penggarap lainnya dengan penuh harap.
Seiring dengan berkembangnya pemberitaan ini, masyarakat semakin mendesak agar Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi memberikan penjelasan yang transparan dan mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini. Jika tidak segera ditangani, masalah ini berpotensi mengganggu kestabilan sektor pertanian di Kabupaten Bekasi.
(Carim)