Pinta biaya PTSL 2,5 jt ke warga, Kades Gandasoli Subang enggan berikan klarifikasi saat ingin dikonfirmasi awak media..!!

Pinta biaya PTSL 2,5 jt ke warga, Kades Gandasoli Subang enggan berikan klarifikasi saat ingin dikonfirmasi awak media..!!

 

 

Markaberita.id, Subang || Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL di Desa Gandasoli, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang Jawa Barat tampaknya mencuri perhatian publik, pasalnya, biaya yang dipatok untuk pembuatan PTSL tersebut bisa bilang tinggi, yakni sebesar 2,5 juta, bukan tanpa sebab, selama ini yang kita ketahui PTSL tersebut adalah program gratis dari pemerintah pusat.

 

Informasi tersebut disampaikan oleh narasumber kepada awak media (4/3/2025) melalui sambungan seluler. Dalam kesempatan tersebut, IL menjelaskan bahwa 18 Juni 2023 ia dipintai uang senilai 2,5 jt rupiah. Ironisnya, biaya tersebut di transfer langsung dari ke rekening sang Kades atas nama Ares Saip Suanda dengan keterangan dibawahnya “biaya pembuatan SHM”.

Baca Juga  Gates of Olympus: Herr BET VERIFIF -Konto Testbericht & kostenloses Durchlauf

 

Hal itu dinilai cukup janggal, pasalnya biaya pembuatan sertifikat program PTSL ditentukan oleh pemerintah pusat hanya sebesar 150 ribu, tidak boleh lebih dari jumlah tersebut, itu pun sebagai bentuk upah jasa.

 

Dalam sebuah kesempatan, Menteri Agrarria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), berikan pernyataan bila biaya sertifikat PTSL melebihi batas, setiap Kepala Desa (Kades) yang meminta biaya kepada warganya melebihi ketentuan maka hal tersebut dikategorikan sebuah pelanggaran berat, hingga bisa masuk pada ranah pidana karena dianggap Pungutan Liar (pungli).

 

Pernyataan keras tersebut disampaikan Nusron Wahid terkait maraknya laporan adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam program pendaftaran Tanah Sistematis lengkap (PTSL).

Baca Juga  Darmowe automaty ten post do rozrywki wyjąwszy rejestracji online

 

Praktik dugaan pungutan liar (pungli) di Desa Gandasoli dalam program PTSL memang cukup mengejutkan. Sebagai bentuk kode etik jurnalistik pada pasal 11, wartawan Indonesia harus memberikan hak jawab dan hak koreksi berbentuk klarifikasi dan konfirmasi ketika sebuah pemberitaan akan dirilis atau diterbitkan, namun sayangnya, hingga saat berita ini dirilis, Kepala Desa Gandasoli, Ares Saip Suanda, tidak memberikan konfirmasi apapun dan lebih memilih untuk bungkam. (Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *