Gubernur Pramono Anung Diingatkan: Pernikahan Putrinya Jadi Momentum Edukasi Integritas Pejabat Publik Melalui Pelaporan Gratifikasi

Markaberita.id | Jakarta, 28 Juni 2025 – Dalam upaya menjaga integritas pemerintahan dan membangun kepercayaan publik, setiap pejabat negara dihadapkan pada standar etika dan hukum yang tinggi, salah satunya terkait penerimaan gratifikasi. Baru-baru ini, perhatian tertuju kepada Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, yang diingatkan untuk segera melaporkan setiap gratifikasi yang mungkin diterima selama resepsi pernikahan putrinya di Rumah Dinas Gubernur di Taman Suropati, Menteng. Peringatan ini disampaikan oleh Lembaga Pendidikan Masyarakat Anti Korupsi (LPMAK), yang menyoroti pentingnya kepatuhan pejabat publik terhadap aturan terkait hadiah.

Memahami Gratifikasi: Pilar Pemberantasan Korupsi dan Ujian Integritas Pejabat

Gratifikasi bukanlah sekadar “hadiah biasa.” Dalam konteks hukum Indonesia, terutama menurut Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), gratifikasi didefinisikan secara luas. Ini mencakup segala bentuk pemberian, tidak terbatas pada uang.

Bayangkan saja, mulai dari barang mewah, diskon khusus (rabat), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas menginap, tur wisata, pengobatan gratis, hingga berbagai fasilitas lainnya—semua dapat dikategorikan sebagai gratifikasi jika diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara.

Penting untuk diingat, tidak semua gratifikasi dilarang. Namun, gratifikasi menjadi masalah serius dan dapat dianggap sebagai suap jika penerimaannya memiliki kaitan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugas atau kewajiban si penerima.

Baca Juga  DPP PPDI Beri Penghargaan kepada Presiden Jokowi atas Dedikasinya bagi Disabilitas Tanah Air

Inilah mengapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat regulasi ini melalui Peraturan KPK RI Nomor 02 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi, yang secara jelas menyebutkan bahwa “Penerima Gratifikasi adalah Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara yang Menerima Gratifikasi.”

Bagi seorang pejabat publik seperti Gubernur Pramono Anung, setiap pemberian, sekecil apa pun, dapat menjadi sebuah ujian integritas. Menerima sesuatu yang berpotensi memengaruhi keputusan atau menimbulkan konflik kepentingan dapat meruntuhkan kepercayaan publik yang telah dibangun. Transparansi dalam melaporkan gratifikasi menjadi benteng pertama untuk menunjukkan komitmen antikorupsi dan memastikan bahwa setiap tindakan pejabat selalu didasarkan pada kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau pihak-pihak tertentu.

Mendorong Pelaporan: Tanggung Jawab Moral dan Hukum Pemimpin

Zaldi, Koordinator Lembaga Pendidikan Masyarakat Anti Korupsi (LPMAK), menegaskan bahwa meski menerima hadiah adalah hal yang manusiawi dalam acara keluarga seperti pernikahan, posisi Bapak Pramono sebagai Gubernur—seorang penyelenggara negara—menuntut tanggung jawab yang lebih besar. Identitas pribadi dan jabatan publik tidak dapat dipisahkan begitu saja.

“Merujuk pada UU Tipikor dan Peraturan KPK, sudah sepatutnya Pak Pramono, sebagai orang nomor satu di Pemprov DKI Jakarta, segera melaporkan barang-barang, uang, atau bentuk gratifikasi lainnya kepada KPK,” tegas Zaldi. “Tindakan ini akan memberi kesempatan bagi KPK untuk dalam 30 hari menentukan apakah pemberian tersebut dapat menjadi milik pribadi atau harus diserahkan kepada negara.”

Baca Juga  Raih Penghargaan Best Public Relation in Digital Transformation, Wujud Komitment Bank DKI Dalam Membangun Komunikasi Dan Keterbukaan Informasi Secara Konsisten 

Lebih lanjut, Zaldi menekankan bahwa seorang pemimpin seperti Gubernur Pramono harus menjadi teladan. “Pram sebagai pemimpin harus memberikan contoh yang baik kepada seluruh bawahannya. Kita tidak ingin ada persepsi di masyarakat Jakarta bahwa Gubernur justru terlibat dalam hal yang tidak sepatutnya.” Prinsip ini penting untuk menjaga citra pemerintahan yang bersih.

Pelaporan gratifikasi bukan sekadar kepatuhan terhadap aturan, melainkan cerminan dari komitmen moral seorang pemimpin untuk melayani masyarakat dengan tulus dan tanpa pamrih. Dalam konteks sosok Pramono Anung, langkah proaktif ini akan mengirimkan pesan kuat kepada seluruh jajaran birokrasi DKI Jakarta dan masyarakat luas bahwa integritas adalah fondasi utama pemerintahan yang bersih. Ini juga menjadi edukasi nyata bagi publik tentang bagaimana seorang pejabat publik harus bertindak untuk menjaga kehormatan jabatannya.

Integritas Pemprov DKI di Bawah Sorotan: Peran Krusial Transparansi

LPMAK juga menyoroti bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini berada di bawah pengawasan ketat KPK. Hal ini tidak terlepas dari beberapa kasus yang mencuat, seperti dugaan tindak pidana korupsi oleh Sekretaris Daerah DKI Marullah Matali, putusan pengadilan tipikor terhadap salah satu pejabat Perumda Sarana Jaya, dan proses pemeriksaan di pengadilan tipikor terhadap mantan Kepala Dinas Kebudayaan DKI Iwan Henry Wardhana.

Baca Juga  Menangkan Cagub Dedi Mulyadi Ketua DPD Gadil Kabupaten Bekasi Serahkan SK DPC Kecamatan

“Serangkaian kejadian ini berkontribusi pada penurunan indeks perilaku antikorupsi,” ungkap Zaldi. Oleh karena itu, langkah proaktif dan transparan dari pimpinan tertinggi di Pemprov DKI, termasuk dalam melaporkan gratifikasi, menjadi krusial untuk mengembalikan dan memperkuat kepercayaan publik serta integritas institusi. Transparansi adalah kunci untuk membangun pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

Bagi Gubernur Pramono Anung, kesempatan untuk melaporkan gratifikasi ini bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga peluang emas untuk menunjukkan kepemimpinan yang berani dan bertanggung jawab. Di tengah tantangan integritas yang dihadapi Pemprov DKI, tindakan konkret dari pucuk pimpinan akan menjadi mercusuar bagi perubahan, mendorong budaya antikorupsi, dan mengukuhkan kembali keyakinan masyarakat bahwa pemerintah bekerja untuk kesejahteraan mereka. Akuntabilitas publik dimulai dari setiap keputusan dan tindakan, sekecil apa pun, yang diambil oleh para pejabat. (Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *