Politisi Senior Djafar Badjeber Mahkamah Konstitusi Berikan Kado Hut RI Ke 79 Namun Baleg DPR RI Bikin Distorsi  

Jakarta,Markaberita.id

Baru satu hari Mahkamah Konstitusi memberi kado di hari kemerdekaan RI 79 melalui Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan No. 70 kepada rakyat Indonesia, yang sarat martabat dan kemanusiaan yang adil dan beradab, tentu sangat disambut gegap gempita oleh rakyat Indonesia.

Badan Legislatif ( BALEG ) DPR RI malah memberi Pil Pahit untuk demokrasi, dan cenderung mundur, tidak visioner.
Sebenarnya DPR ini mewakili siapa ? Wakil Rakyat atau wakil kelompok tertentu , wakil dinasti atau wakil perorangan ?

Sungguh sikap Baleg ini memprihatinkan, menyakitkan, menyedihkan dan melukai perasaan rakyat Indonesia.

Apapun dalih dan alasan Baleg DPR ini tidak bisa diterima akal sehat. Demokrasi telah diinjak dengan cara licik, licin dan berbau busuk. Cara-cara ini tidak bedanya dengan pemerintahan totaliter, institusi DPR terkesan malah jadi alat kekuasaan rezim, terkooptasi dan hampir tak berdaya. Suara publik hampir tidak pernah diperjuangkan, malah terkesan menjadi begal politik , dan suara rakyat nyaris tidak didengar apalagi diperhatikan serta diperjuangkan.

Baca Juga  TPN Ganjar- Mahfud Respon Wacana Pembentukan Kementerian atau Badan Khusus Penyandang Disabilitas

Bahwa siapapun tahu Putusan MK itu bersifat Final dan Mengikat. Artinya tidak bisa diganggu gugat apalagi dengan tafsir sesuka hati. Kami sadar bahwa ada kepentingan politik dibalik upaya untuk mendistorsi Putusan MK diatas.

Harusnya diujung berakhirnya masa tugas DPR 2019-2024, Anggota DPR harus memberikan yang terbaik buat bangsa dan negara, Mudah-mudahan tujuan Baleg ini bukan bertujuan ingin menghadang seseorang Calon Kepala Daerah sebab hal ini bisa berimplikasi besar kepada Calon Kepala Daerah diseluruh Indonesia.

Sebagai sesama anak bangsa harusnya semuanya diberikan peluang baik yang punya kursi di DPRD maupun yang tidak punya kursi Sama-sama bisa mengusung Calon Kepala Daerah.

Andaikata DPR tidak berubah sikap dan masih ngotot dengan cara pandangnya, tentu akibat sistim presidensial yang memang ingin menguasai parlemen diatas 60 persen. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *