Jakarta,Markaberita.id
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi menilai, kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukan sekadar kunjungan pastoral biasa, tapi diduga ada misi terselubung dimana sebagian agendanya telah menimbulkan pro kontra di masyarakat luas.
Dilansir Suara Islam.id, “Penyambutan yang extra ordinary oleh banyak kalangan agamawan, rohaniawan, politikus dan tokoh masyarakat seakan pemimpin umat katolik tersebut datang membawa syafaat bagi rakyat Indonesia,” ujar Kiai Muhyiddin dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/9/2024).
Selain itu, kata Kiai Muhyiddin, dengan pemberitaan yang luas dan didukung influencer baik domestik dan global, publik betul-betul dibuat tambah yakin bahwa beliau digambarkan sebagai orang suci dan memiliki pengetahuan global yang punya otoritas penuh mengampuni dosa umat manusia. “Sementara bagi umat Islam, kultus individu kepada pemimpin agama, tokoh legendaris dan kepada Rasul/Nabi Allah haram hukumnya karena mereka hanya makhluk biasa,” jelasnya.
Dengan demikian, kata Kiai Muhyiddin, tanpa mengurangi rasa hormat kepada Paulus dan para pengagumnya, diperlukan catatan khusus mengenai hal ini.
Pertama, pesan khutbah misanya belum lama ini yang mendukung LGBT dengan imbauan kepada para Romo agar memberkahi mereka yang melakukan perkawinan sesama jenis. “Hidden agendanya kini terbuka lebar dan publik seharusnya menggunakan akal sehat agar tak tertipu sambutan extra ordinary,” ungkapnya.
Sementara itu, MUI dalam fatwanya No 57 tahun 2014 menegaskan bahwa perilaku LGBT itu haram dan mengundang murka Allah cepat atau lambat. Bahkan pemerintah diminta agar segera mengeluarkan UU yang mengikat dimana pelaku LGBT dikenakan sanksi pidana dan hukuman berat lainnya.
Kedua, di Indonesia jumlah umat Kristiani 23 juta dimana total umat Katolik hanya 7 juta orang, sisanya adalah pengikut Kristen Protestan. “Anehnya jumlah minoritas tersebut seakan pemegang kendali kebijakan negeri ini sehingga umat Islam mayoritas tersirap diam,” kata Kiai Muhyiddin.
“Dengan alasan menghormati tamu agung, negara harus berkorban meniadakan siaran azan. Umat Islam selalu diminta bersikap toleran kepada agama lain, jika menolak, dengan mudah dituduh sebagai kelompok intoleran dan radikal,” tambahnya.
Ketiga, menurut Kiai Muhyiddin, seyogyanya umat Islam Indonesia membaca kembali sikap penolakan banyak tokoh ormas seperti Buya Hamka dan AR Fachruddin tentang kunjungan Paulus ke Indonesia agar tak gagal paham.
“Semoga kita semakin sadar bahwa persentasi umat Islam Indonesia semakin mengalami penurunan dan saat ini hanya tersisa 87% saja. Saat Indonesia diproklamirkan 1945 persentasi umat Islam 95%,” ungkapnya.
“Kini Indonesia sudah disalip oleh Pakistan yang menempati urutan pertama sebagai negara dengan Muslim terbesar di dunia. Indonesia berada di urutan kedua. Satu dekade berikutnya turun ke urutan ketiga usai disalip lagi oleh India,” tandas Kiai Muhyiddin (Red)