Dari Jakarta PKS Terguncang, PDI-P Terus Berjuang

Markaberita.id | Jakarta, Dalam dinamika politik yang semakin sengit, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menghadapi pukulan besar setelah pergeseran dukungan yang mengejutkan. Setelah sekian lama berkoalisi dengan Anies Baswedan, PKS memutuskan untuk mengalihkan dukungannya pada pasangan calon yang berbeda, yakni Kim Plus, yang terdiri dari Ridwan Kamil dan Suswono, yang kini menjadi calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam Pilkada Daerah Khusus Jakarta. Langkah ini tentu membawa dampak signifikan bagi PKS, yang sebelumnya mengandalkan Anies sebagai calon gubernur potensial di beberapa wilayah, termasuk Jakarta dan Jawa Barat.

Kekalahan calon-calon PKS dalam Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Depok menggambarkan ketidakmampuan partai tersebut mempertahankan posisinya yang kuat di beberapa daerah kunci. Meskipun sebelumnya PKS dan Anies Baswedan memiliki ikatan yang erat, perbedaan pandangan politik dan kebutuhan untuk konsolidasi baru membuat PKS memutuskan untuk mencari arah yang lebih menjanjikan. Dalam konteks politik, PKS tampaknya telah menjadikan Anies Baswedan sebagai objek bargaining power, meskipun langkah ini menimbulkan tuduhan terhadap mereka yang dianggap menabrak moral dan etika. Namun, setelah PKS berhasil meraih kemenangan di legislatif, tampaknya tidak ada masalah besar dengan siapa pun yang menjadi Gubernur di Jakarta.

Pergeseran dukungan ini memang bukan hal yang baru, tetapi keputusan untuk meninggalkan Anies Baswedan menandakan berakhirnya sebuah fase politik yang penuh harapan. Sebelumnya, Anies hampir meraih 45% dukungan menjelang Pilkada DKI Jakarta, sehingga tidak mengherankan jika Ridwan Kamil kini disebut-sebut berani melenggang ke Jakarta jika Anies Baswedan tidak jadi maju dalam periode 2024-2028.

Baca Juga  Ada apa ya? Dokumen sudah lengkap tapi motor tidak bisa dibawa pulang dari Polres Metro Bekasi?

Pergeseran PKS yang mendukung Kim Plus juga memunculkan pertanyaan besar mengenai loyalitas politik. Banyak yang menganggap bahwa PKS kini “kualat” karena tidak mampu mempertahankan aliansi dengan Anies, seorang calon yang telah mengumpulkan banyak simpati publik dan loyalis non parpol. Pertanyaannya, apakah PKS akan mampu meraih kembali kepercayaan pemilih dengan bergabung dengan Kim Plus, atau justru akan kehilangan basis massa yang telah lama setia?

Di sisi lain, PDI Perjuangan (PDI-P) menunjukkan semangat juang yang tak kenal lelah dalam Pilkada DKI Jakarta. Setelah mengalami kekalahan di beberapa daerah, partai ini merasa Pilkada DKI Jakarta adalah panggung penting yang harus dimenangkan, terlebih karena mereka tidak mendapatkan dukungan dari mantan Presiden Joko Widodo, yang merupakan sosok yang lahir dan besar dari PDI Perjuangan. Dengan Pramono Anung dan Rano Karno sebagai calon yang diusung, PDI-P tampaknya siap berjuang habis-habisan untuk meraih kemenangan, bahkan jika Pilkada DKI Jakarta yang telah dilaksanakan pada 27 November kemarin harus dilanjutkan ke putaran kedua. Jika itu terjadi, artinya akan terjadi persaingan sengit hingga akhir, dan PDI-P akan berusaha mempertahankan Jakarta sebagai Pilkada yang paling bergengsi.

Baca Juga  Pjs Ketua DPC XTC Bekasi Fokus Benahi Organisasi dan Persiapkan Musyawarah Cabang

PDI-P memahami bahwa kemenangan di Jakarta akan sangat menentukan posisi partai dalam peta politik nasional. Pilkada DKI Jakarta yang diperkirakan akan berlangsung hingga dua putaran ini membuat persaingan semakin sengit. Seperti yang telah terbukti dalam kontestasi politik sebelumnya, DKI Jakarta selalu menjadi medan perang yang menarik perhatian publik, dan PDI-P yakin bahwa mereka memiliki calon yang tepat untuk memimpin ibu kota.

Pramono Anung, yang dikenal sebagai politisi berpengalaman dan memiliki kedekatan dengan berbagai kalangan, serta Rano Karno, yang populer di kalangan masyarakat Jakarta, diharapkan dapat memberikan perlawanan sengit terhadap calon lainnya. Dengan semangat juang tinggi, PDI-P siap mempersembahkan kemenangan bagi masyarakat Jakarta dan berjanji untuk berjuang tanpa kenal lelah demi mencapai tujuan tersebut.

Baca Juga  Survei GRC Pasca kampanye & Debat Pilkada Kapuas Hulu: Wahyudi Hidayat-Oktavianus Wawa Ungguli Fransiskus Diaan-Sukardi

Pada akhirnya, kita harus memahami bahwa proses politik tidak selalu harus didasarkan pada opini atau teori. Suka atau tidak, Pramono Anung dan Rano Karno harus disambut sebagai kandidat yang memiliki keunggulan faktual, sehingga bukan lagi soal satu atau dua putaran, melainkan soal menghormati proses yang ditentukan oleh KPU dan menjaga kondusivitas politik.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *