Hakim MK Guntur Hamzah Diduga Menyalahgunakan Fasilitas Negara, Akan Kembali Dilaporkan ke MKMK

Markaberita.id

Setelah dilaporkan terkait drafter putusan 90 yang meloloskan gibran dan status sebagai ketua APHTN, kini yang mulia hakim Guntur Hamzah diduga melakukan perbuatan melanggar etik terkait penggunaan fasilitas negara yang tidak seharusnya digunakan.

Berdasarkan pernyataan Taufik, kuasa hukum dari prinsipal yang melaporkan pelanggaran etik Guntur Hamzah terkait jabatan ketua APHTN, menyatakan dirinya mengetahui informasi dan fakta bahwa yang mulia Guntur Hamzah sejak menjadi hakim konstitusi sampai hari ini mendiami rumah dinas sekjen MK dan tidak mau pindah ketempat tinggal apartemen para hakim MK karena rumah dinas sekjen memiliki fasilitas yang jauh lebih nyaman daripada apartemen para hakim MK.

Sebelum mejadi hakim MK memang Guntur Hamzah menjabat sebagai sekjen, namun setelah dirinya menjadi hakim MK harusnya dia pindah ke apartemen hakim, lalu rumah dinas sekjen harusnya ditempati oleh sekjen MK yang saat ini menjabat.

Baca Juga  Polisi dan Satgas Damai berhasil menguasai kembali keamanan di Papua

“Sungguh memalukan sekali sekaliber hakim MK yang seorang negarawan seharusnya memiliki jiwa besar menerima apapun konsekuensi menjadi seorang hakim malah melakukan hal menguntungkan pribadi dengan menolak pindah kediaman dinas tanpa rasa malu, hal ini jelas memenuhi unsur pelanggaran etik yang kesekian kali dilakukan oleh Guntur hamzah,” Ujar taufik.

Taufik mengungkapkan, hal tersebut diduga sangat kuat kebenarannya, pihaknya sudah mendapatkan informasi soal penggunaan fasilitas negara rumah dinas Sekjen MK oleh Hakim MK GH & hal itu diduga melanggar etik keras.

“Kami sudah menanyakan hal itu ke MKMK dan diminta membuat laporan baru, oleh sebab itu, secepatnya kami akan membuat laporan lagi,” imbuhnya.

Baca Juga  PAC Muslimat Nahdatul Ulama Kecamatan Sukakarya, Secara Resmi Dilantik

“Bagi kami, tindakan GH sungguh memalukan sekali sekaliber hakim MK yang seorang negarawan seharusnya memiliki jiwa besar menerima apapun konsekuensi menjadi seorang hakim malah melakukan hal menguntungkan pribadi dengan menolak pindah kediaman dinas tanpa rasa malu, hal ini jelas memenuhi unsur pelanggaran etik yang kesekian kali dilakukan oleh GH,” tegas Taufik.

“Kami berharap MK MK serius menggali persoalan ini,” tandasnya.(Ys/Ks)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *