Markaberita.id | Jakarta- Langkah penanganan sampah di Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dimulai dengan gebrakan berupa penghentian impor sampah plastik ke Indonesia untuk kepentingan bahan baku daur ulang.
Larangan yang diumumkan oleh Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mulai berlaku 1 Januari 2025 itu merupakan salah satu langkah yang diambil pemerintah sebagai bagian dari upaya penanganan sampah di Tanah Air, ketika masih banyak sampah plastik berakhir tanpa diolah di tempat pemrosesan akhir (TPA).
Isu sampah sendiri menjadi salah satu fokus pemerintahan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran dalam 100 hari pertama, mengingat beban timbulan yang dihasilkan jika tidak dikelola dengan benar. Apalagi masih banyak TPA yang menggunakan metode open dumping atau pembuangan terbuka yang menumpuk sampah di area TPA tanpa melakukan pengelolaan.
Persoalan pengelolaan TPA sendiri terbukti menjadi kekhawatiran masyarakat, bahkan beberapa sudah melakukan penyegelan mandiri dan melapor ke otoritas terkait karena cemaran lingkungan yang ditimbulkan TPA open dumping.
Sebagai contoh, masyarakat terdampak TPA di Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat, melakukan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada awal Januari 2025 karena keberadaan TPA ilegal tersebut melanggar hak warga untuk lingkungan yang bersih dan sehat.
Hal serupa juga dilakukan oleh warga di Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus di Jawa Tengah pada pertengahan Januari, yang melakukan penyegelan mandiri dan penutupan TPA Tanjungrejo karena mencemari lingkungan sekitar.
Pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari TPA tidak terkelola dengan baik sendiri beragam, mulai dari air lindi yang merupakan limbah cair dari tumpukan sampah yang dapat mengandung bakteri, parasit serta berbagai kandungan berbahaya lain seperti timbal. Kebocoran air lindi ke lingkungan sekitar TPA dapat berdampak kepada ekosistem sekitar, apalagi jika bocor ke saluran air yang digunakan masyarakat.
Selain air lindi, potensi penumpukan sampah organik di TPA dapat mengakumulasi gas metana, salah satu jenis gas rumah kaca penyebab perubahan iklim yang rentan terbakar. Salah satu dampak nyatanya adalah ketika 35 TPA terbakar pada 2023 saat kondisi panas ekstrem terjadi.
Ada juga potensi bahaya dari mikroplastik masuk ke lingkungan tanah dan air, hasil dari sampah plastik yang terdegradasi dengan tidak baik akibat penumpukan dan tercampur degan jenis sampah lain serta akibat praktik pembakaran sampah (open burning) yang kerap dilakukan di beragam TPA.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova menjelaskan bahwa hasil penelitian menemukan bahwa mikroplastik sudah ditemukan di hampir semua ekosistem dan masuknya ke dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan penumpukan yang bisa mengakibatkan sejumlah dampak kesehatan.
Reza menjelaskan bahwa 75 persen dari sampel biota air, tanah dan udara dari penelitian terkait mikroplastik sampai dengan 2024 memperlihatkan kandungan mikroplastik. Komposisi mikroplastik di ekosistem juga beragam, mulai dari 0,1 sampai 11 juta partikel mikroplastik per 1.000 liter air, 3 sampai 50.000 partikel per kilogram tanah dan 0,1 sampai 65 partikel per individu produk perikanan
Potensi bahaya itu perlu ditanggulangi mengingat menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), dari 375 kabupaten/kota pada 2023 dihasilkan 40,1 juta ton sampah. Mayoritas adalah sampah organik yaitu sisa makanan 39,62 persen dan di posisi kedua adalah sampah plastik yang mencakup 19,15 persen dari total timbulan sampah nasional.
Data KLH juga memperlihatkan bahwa capaian pengelolaan sampah Indonesia pada 2023 baru mencapai 39,01 persen, mengecualikan sampah yang dibawa ke TPA open dumping. Di sisi lain, sebanyak 21,85 persen timbulan sampah dalam periode itu masih diangkut ke TPA open dumping.
Data pada 2024 memperlihatkan jumlah yang tidak jauh berbeda, total tercatat timbulan sampah nasional mencapai 19,5 juta ton dari 226 kabupaten/kota yang melaporkan sejauh ini. Dari data sementara itu, sekitar 41,4 persen di antaranya masuk dalam kategori belum terkelola.
Langkah KLH
KLH menyadari betul peliknya persoalan pengelolaan sampah di TPA open dumping dan dampaknya terhadap lingkungan. Karena itu pihaknya kemudian menyurati pemerintah daerah yang masih mengelola TPA secara open dumping pada November tahun lalu, memberikan waktu kepada mereka untuk melakukan perbaikan.
Langkah itu kemudian dilanjutkan dengan pengawasan terhadap 306 TPA yang sudah mendapatkan peringatan karena belum melakukan pengelolaan secara benar. Beberapa sudah disegel oleh Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (Gakkum LH), seperti TPA Sarbagita di Denpasar, Bali di awal tahun ini.
Jika masih ada belum perbaikan, KLH tidak mengesampingkan kemungkinan mengambil tindakan hukum termasuk sanksi administratif paksaan pemerintah untuk pengelolaan TPA daerah dan ancaman pidana bagi pelaku yang menjalankan TPA ilegal. Deputi Gakkum KLH Rizal Irawan mengingatkan bahwa potensi sanksi yang dihadapi pengelola TPA jika tidak melakukan perbaikan sendiri termasuk pidana maksimal 10 tahun penjara atau denda hingga Rp10 miliar.
Sebagai langkah awal pihaknya sudah melakukan pengawasan berkelanjutan terhadap TPA yang diduga melakukan open dumping dan akan dilanjutkan dengan penerbitan paksaan pemerintah yang mengharuskan pengelola TPA melakukan perbaikan dan meninggalkan pola open dumping. Jika masih belum ada perbaikan, maka tindakan hukum lebih lanjut dapat diambil oleh KLH.
Menteri Hanif menjelaskan bahwa kesadaran pengelolaan sampah tidak hanya perlu dimiliki oleh masyarakat, yang diminta untuk memilah sampah di rumah, tapi juga dari pemerintah daerah sebagai pengelola sampah untuk memastikan lingkungan yang bersih dan sehat sesuai dengan hak warga negara Indonesia.
Pengelolaan TPA yang baik, jelasnya, dapat mendukung pencegahan risiko, mengatasi pencemaran dan menghentikan kerusakan lingkungan sebagai dampak dari pengelolaan sampah tidak memenuhi standar.
Dengan kolaborasi pengelolaan sampah mulai dari pemilahan oleh masyarakat, pengelolaan oleh pemerintah dan upaya pengurangan oleh perusahaan maka target mencapai 100 persen pengelolaan sampah dapat dicapai dalam beberapa tahun terakhir, untuk lingkungan Indonesia yang bersih dan sehat.(Antara)